Setetes Tinta, Sepatah Kata

Sabtu, 30 Januari 2010


Panggil Tisha (TEE-Shah) yang artinya kekuatan..Aku tinggal di sebuah desa miskin di Provinsi Masvingo, Zimbabwe. Dikelilingi berbagai macam pohon dan tumbuhan yang subur, aku tumbuh besar. Setiap kenangan masa kecil sampai sekarang umurku mencapai 12 tahun, ada disini. Apa yang kalian harapkan?Sesungguhnya tidak ada yang spesial dari kehidupanku, bahkan mungkin kalian memiliki kehidupan yang jauh lebih baik, sedangkan Tisha hanyalah anak lelaki satu-satunya seorang peternak miskin. Tapi apakah kesusahan akan membuat aku menyerah begitu saja?Rasanya tidak.,Ibu memberi nama Tisha yang berarti kekuatan, dengan harapan aku akan menjadi seorang lelaki yang kuat. Jadi kemiskinan dan kesusahan tidak boleh menghalangi semuanya kan?Kehidupan ini akan tetap berjalan senang atau tidak.
 ***
Aku memandang dalam bingung, mengapa harus belajar jika besar nanti aku akan berakhir menjadi peternak seperti baba?Tak mengerti!Baba(Ayah) ingin aku jadi peternak sepertinya, tetapi rasanya jadi peternak itu terlalu biasa..Aku tidak akan bisa membelikan baba dan mama rumah yang besar, mobil bagus ,dan perhiasan kelak..Kenapa aku bilang begini?Karena terbukti dari kehidupan baba yang tidak berhasil, aku tidak bisa seperti kalian,  berbelanja sesuai kehendak, makan dengan tenang, sekolah di tempat yang nian bagus..Belajar dan tinggal di sebuah gubuk jerami sudah menjadi kepuasan tersendiri..Bisakah kalian bayangkan posisiku sekarang?Rasanya tidak karena kalian bukan diriku yang serba terbatas..Semua dimulai dari gubuk ini, tempatku belajar dan bersekolah. Angin sejuk dari pepohonan selalu datang menerpa wajahku, begini setiap hari, jangan bayangkan ruangan tertutup sedia tempatku belajar.Pamanku adalah seorang guru, satu-satunya guru di desa ini. Paman orang yang sabar dan gemar menunjukkan senyumannya. Ia selalu memujiku dan kelima anak lain yang adalah teman kelasku, jika kami berbuat suatu hal yang baik atau sekedar mempelajari sesuatu yang baru. Suatu hari paman mengajari kami hal yang disebut 'menulis'. Terdengar sederhana, semua orang bisa menulis. "Paman ,kenapa kami harus belajar menulis lagi?"Itulah pertanyaan yang terlontar dari mulutku dan Shona, seorang anak perempuan berambut gimbal lusuh. Kali ini paman menjelaskan dengan sabar, ia berkata bukan menulis seperti yang kami pikir yang akan diajarkan paman, sesungguhnya tidak ada yang bisa diajarkan dari menulis, karena paman bilang, itu semua tergantung dari dunia terliarmu, imajinasi, mimpi yang tiada habisnya.."Tuangkanlah apa yang ada didalam pikiranmu..Imajinasi dimiliki setiap orang, termasuk kalian, sudah menjadi modal untuk memulai sesuatu yang namanya menulis.."..Seketika itu, aku mengubah pikiran dan menjadi sangat tertarik, ternyata menulis tidak sepolos yang kubayangkan ya..Enak juga bisa berkhayal menjadi apapun yang kita mau..!!Bukankah begitu?

***
 Seminggu berlalu terasa sangat singkat, aku sudah melupakan pelajaran menulis, tenggelam dalam pelbagai hal menarik lainnya. Seperti kemarin misalnya, ketika kami menelusuri hutan dan mempelajari macam serangga atau hari ini yang dimulai dengan hitung-menghitung juga tarik suara. Wah, bagiku semua pelajaran menarik adanya, karena mereka mengajarkan kita banyak hal baru, sadar atau tidak, beruntunglah setiap manusia yang bisa mendapat kesempatan belajar. Tidak biasanya paman memanggilku setelah pulang sekolah, ketika semua anak sudah bubar pulang ke rumah masing-masing, aku duduk terdiam dengan paman dihadapanku, ia menggengam kertas yang tidak asing lagi. Kertas apa itu?
"Tee-shah kau brilian..,"ucapnya berseri-seri mengangkat kertas itu, "Ini potensimu, nak!Pasti ini.."
Tak mengerti apa yang maksud dibalik kata-katanya , aku hanya mengganguk pelan. Sejak saat itu paman selalu memanggilku setiap pulang sekolah. Kau tahu apa yang dibawanya untukku?
Mesin ketik tua yang sudah sedikit berkarat, warna cat putihnya telah berubah menjadi kekuningan. Mesin yang berisik namun ajaib bisa menghasilkan kata-kata. Setiap hari kala waktu sekolah usai, paman akan menungguku untuk mengarang cerita. Kedua kupingku suka sakit dibuatnya, suara mesin itu sangatlah gaduh. Tapi paman tetap setia menunggu, ia memperbolehkanku mengarang cerita, apapun yang kumau, apapun itu!!
"Paman, kenapa kita harus melakukan ini?"tanyaku terdiam sejenak.
"Tee-shah karena ini adalah potensimu. Jangan sia-siakan. Galilah lebih dalam..,"jawaban paman tidak membuatku puas.
"Gali?Bagaimana?"tanyaku lagi.
"Sekarang kau sedang menggalinya kan?Setiap hari kau mengarang berarti kau sedang menggalinya Tee-shah..,"Paman tersenyum, dibalik senyumannya, ia begitu meyakinkan seorang anak lelaki berumur 12 tahun. 
***
Kata paman, seorang yang gemar mengarang disebut penulis. Apa itu berarti aku penulis?Paman meyakinkan bahwa aku adalah penulis yang hebat. Benarkah?Walaupun benakku dipenuhi keraguan, tetapi paman tidak mungkin berbohong. Terkadang aku seringkali bosan melakukan rutinitas mengarang seusai sekolah. Tidak terasa sudah hampir sebulan. Dan lembaran kertas hasil karanganku, menumpuk di depan mata. Paman tidak mengijinkanku untuk membawanya pulang selembar kertaspun, mengingat aku adalah anak yang ceroboh dan tidak akan menyimpan benda seperti itu dengan baik. Bisa-bisa berakhir di tungku perapian mama kertas-kertas itu nanti. Baba dan mama tidak pernah tahu tentang kegiatan menulis ini, tetapi akhir-akhir ini mama sering bertanya kenapa aku selalu pulang larut. Pelajaran tambahan selalu menjadi alasanku dan membuatnya terdiam tanda ia memutuskan untuk mempercayaiku saja. Paman juga tidak pernah sekalipun buka mulut tentang ini jika sedang singgah di rumah, terutama pada baba, tak tahu kenapa.Suatu hari, beberapa temanku ikut menemani kegiatan mengarang usai sekolah. Mereka memuji bahwa karanganku bagus melebihi mereka. Ini membuatku semakin yakin dan menatap paman dengan perasaan bahagia, ternyata ia benar. Dunia mengarang, semakin kuselami, ternyata tidak sepolos apa yang orang bayangkan.Seperti sebuah perumpamaan saja, bahwa ilmu pengetahuan boleh terbatas, tetapi imajinasi tidak memiliki batas apapun. Kau bisa menjadi orang kaya, sekalipun kau adalah seorang miskin di dunia nyata. Jika kau ingin menjadi terkenal, khayalanmu bisa mewujudkannya. Apapun keadaannya, imajinasimu pasti tidak akan pernah menolak..
***
Hari ini adalah akhir pekan. Apa yang biasa kalian lakukan?Kalau aku, seperti biasa, mengarang bersama paman. Tidak biasanya paman terlambat. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda keberadaannya. Ini membuatku sedikit khawatir untuk berada di tengah gubuk sepi sendirian walaupun keadaannya masih siang hari menjelang sore. Waktu berjalan begitu lama sampai senja, burung berkeciap semakin kencang dan matahari menutup matanya perlahan, aku disini sendiri, masih belum memulai satu katapun. Apakah paman benar-benar tidak datang setelah berjam-jam lamanya?
Suara gemersik rerumputan membuatku sedikit berharap. Semoga itu paman. Tetapi rasanya dugaanku salah.
“Tee-shah!”suara keras yang tegas, sangat kukenal. Itu baba. Ia menemukanku. Aku ingin menunjukkan seringaian padanya, apakah ia akan bangga terhadapku yang telah melakukan ini semua?Menjadi seorang penulis.Tetapi aku menatap raut wajahnya yang mengeriyit marah, baba sering marah, bahkan untuk hal sepele, aku maklum. Alangkah anehnya kalau baba harus marah disaat aku sedang seperti ini.
Padahal paman begitu yakin, ini potensiku, dan aku tak boleh membuangnya begitu saja. Hari ini keyakinan itu runtuh sekejap mata ketika perdebatan sengit dengan baba memupuskan semuanya.
“Tee-shah. Untuk apa kau disini, diam bersama mesin ketik konyol itu?”papar baba dalam suatu kemarahan yang aku tak mengerti, wajahnya sekeras batu membuatku tertunduk takut.
“Paman bilang, Tee-shah bisa jadi penulis!”ucapku pelan, tak berani menatap kedua matanya.
“Omong kosong macam apa!”suara keras baba semakin menggelegar.
“Bukan omong kosong. Ini potensi, baba, tidakkah kau mengerti?”erangku, pertama kalinya mendebati baba walaupun dengan ketakutan yang luar biasa, namun sekarang aku hampir sama yakinnya dengan paman.
“Apa yang kau harapkan dari sebuah mesin ketik konyol?”baba menarik tanganku tanda ia memerintah agar aku segera pulang bersamanya daripada menghabiskan waktu disini. Ia memilik kemauan yang keras, seringkali aku takut melawannya, tetapi untuk hari ini, entahlah. Keberanian macam apa yang merasuki diri ini begitu kuat.
***
Sudah 3 bulan sejak kejadian itu. Baba tidak pernah mengijinkanku untuk pergi ke sekolah ataupun mempertemukanku dengan paman. Aku tak mengerti kehendak baba. Apa yang diinginkan baba dariku?Aku benar-benar tak mengerti kenapa harus dilarang-larang seperti ini. Tak ada yang bisa mama lakukan ketika aku mulai menulis secara diam-diam, bermodal imajinasi, kertas, dan pensil kayu. Hanya itu, hal yang begitu mengagetkan ternyata aku sebegitu terikatnya dengan dunia menulis. Aku tak pernah melihat paman lagi sampai hari ini. Aku selalu mengingat wajah paman setiap kali aku menulis. Lagi dan lagi tak bisa melupakan paman.Apa sih yang salah dari menulis?Rasanya tak ada. Kenapa baba begitu memaksakan keinginannya untukku menjadi seorang peternak?Ia tidak seharusnya begini. Aku hanya bisa berdoa dan berharap semoga bisa menjadi terkenal suatu hari nanti dan buktikan pada baba kalau apa yang aku lakukan tidak sia-sia. Perjalananku masih jauh?Benarkah?Tidak ada yang tahu. Suatu malam ketika baba sudah terlelap, mama menghampiriku dan menyerahkan sebuah amplop coklat kecil. Aku ragu, selama ini tidak ada yang pernah sekalipun mengirim surat padaku. Lagipula akan ada urusan apa pada anak sepertiku ini?
“Penerbit?”Itu kata pertama yang keluar dari mulutku ketika membaca surat yang ternyata dari paman. “Apa itu penerbit mama?”tanyaku penasaran.
“Ada apa?”tanyanya ragu, kurasa suaraku cukup keras untuk membangunkan baba sehingga membuat mama resah. Ia berbisik pelan, “Penerbit yang berkerja untuk menerbitkan buku dan menyuplai tulisan-tulisan ke toko buku.”
Aku hanya melongo mendengar penjelasan mama dan memastikan pendengaranku tak salah. Kedua mataku membaca surat paman lebih cepat.
Tee-shah ingat waktu paman tidak datang di pertemuan kita yang terakhir kalinya. Itu karena paman membawa seluruh tulisanmu kepada penerbit. Dan tebak apa? Setelah berbulan-bulan akhirnya jawaban YA datang!!Itu berarti kau berhasil nak!Apa yang paman bilang benar adanya, paman tahu, kau memang berbakat, dan ibumu bercerita bahwa ka uterus menulis secara diam-diam. Sekarang kau tidak perlu menulis secara diam-diam, tunjukkan surat ini pada baba dan bilang padanya setiap kata yang keluar dari dirimu selama ini tidak sia-sia. Cepat bilang pada baba, sebentar lagi kau akan menjadi penulis sungguhan.
Aku hendak menangis, ini tidak mungkin!Tapi beginilah kenyataannya, aku tahu baba ingin aku menjadi peternak, namun keinginan dalam diriku lebih besar nyatanya. Aku berteriak semangat sampai-sampai baba bangun dan memandangku heran, “Baba..!Baba..!Aku akan menjadi penulis sungguhan!!Ijinkan aku menjadi penulis baba, aku janji akan membangun peternakan yang besar dari upah menulis asal baba jangan pisahkan aku dengan dunia menulis ini..!!!Tolong jangan buang talentaku, baba!!”
Baba tertegun dalam diam, sejenak ia berpikir keras namun pandangannya melunak, “Apakah kau yakin?”
Aku hanya menangkat surat itu pada baba dengan bangga, menunjukkan bahwa sekarang aku akan menjadi penulis sungguhan dan tulisanku akan ditemukan di toko-toko di Zimbabwe atau di seluruh Afrika mungkin?Maka jawabannya sangat singkat, tetapi cukup untuk meyakinkan baba, “YA!”
***
Ini hanyalah sepenggal cerita tentang potensi. Apapun itu potensi kalian, janganlah membuangnya. Tisha yakin suatu potensi akan berbuah manis jika kita terus menggalinya. Setiap orang special adanya dengan potensi yang unik dalam setiap pribadi. Aku sendiri tidak pernah menyangka menjadi penulis, bahkan upahku kupersembahkan untuk baba bagi seluruh peternakannya. Paling tidak, kita tidak sesusah dulu kala. Paman dan mama bangga, Baba juga sangat bangga, ia tak bisa berbicara banyak, namun aku yakin ia bangga melihatku sekarang.
Setetes tinta yang kupergunakan untuk menghasilkan sepatah kata ternyata tidak sia-sia adanya :)
THE-END







0 komentar: